translate section

September 16, 2010

A dream


Irina hanya terbangun dalam mimpinya. Ia terlalu takut untuk terbangun dan berharap bisa terus berada di mimpinya. Memandangi langit biru dengan awan – awan lucu . Berkhayal ia bisa menggapai langit itu.
    Rambutnya mengibar bagai bendera. Dan angin membawa dedaunan kering ketempat lain. Angin membawa semua rasa sedih yang dia rasakan, walau hanya sementara.
    “ Ah, kenapa ini terjadi padaku ? “ pikirnya dalam hati. Semua kebimbangan ini membuatnya tersiksa. Apalagi dengan sikap Ayahnya yang keras kepala, membuat ini sulit.
    Dengan lemas dan tertatih – tatih, dia mengambil sepedanya. Kini, senja mulai datang dan dia harus pulang. Masih ada 5 bulan lagi, namun keputusannya sudah mantap.
    Irina menggoes sepeda dengan pelan dan santai. Sesekali ia menatap pemandangan indah dihadapannya. Angin berhembus membuat rambut dan roknya berterbangan. Selama perjalanan ia masih berpikir keras, apa dia yakin dengan keputusannya.
    Akhirnya, Irina sampai di rumah. Mom yang daritadi gelisah menunggu Irina, kini mulai lega. Mom khawatir dengan Irina apalagi setelah pertengkaran Irina dengan Ayahnya, Irina lebih pendiam dari biasannya.
    “ Irina ? “
    “ Yes, Mom “
    “ Are you OK ? “
    “ I’m fine ! “
    “ Jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan Dad kepadamu. Dad hanya ingin yang terbaik untuk masa depanmu, hanya itu. “
    “ I know that ! Mom, aku ke kamar dulu. “
    Ia segera berlari ke kamarnya. Membuka pintu dan menutupnya perlahan – lahan. Kamar kecil ini, dengan cat warna hijau muda kesukaan Irina. Disebelah kiri terdapat kasur Irina, tanpa tempat tidur, begitu sederhana.
    Badannya kini terbaring di kasur. Menghadap loteng yang berwarna putih. Melihat sekelilingnya dan berusaha mencari sesuatu yang menarik dihadapannya.
    Irina melihat sebuah kotak di dekat lemari. Ia penasaran kenapa kotak ini ada didekatnya. Setahunya, tidak pernah ada kotak di sebelah lemari. Dengan lemas, ia mengambil kotak itu dan membawanya ke kasur.
    Ia segera meniup kotak yang berdebu itu, dan membukanya dengan perlahan. Sebuah buku diary, lengkap dengan pena dan sebuah kalung berbentuk kunci. Ia yakin benda itu bukan miliknya.
    Segera diambilnya kalung berbentuk kunci dan membuka gembok diary yang berbentuk love itu. Irina berdecak kagum dengan diary itu. Tua tapi masih kosong. Untuk apa seseorang meletakkan ini.
    Dia begitu terkesan, ingin memilikinya. Diam – diam dia mengambilnya dan member nama di buku itu. Dia tak tahu apa yang akan menimpanya.
   
ê  ê  ê  ê  ê  ê
    Kini, Irina siap hadapi harinya. Ia segera menghabiskan sarapannya dan segera membungkus bekalnya. Bergegas berangkat dengan menggunakan sepeda.
    Angin pagi memang sangat sejuk. Dua hari saja libur, namun dia tetap saja kangen dengan sekolah. Jarak sekolah dan rumahnya tak terlalu jauh.
    AKhirnya sampai juga di Sekolah. Senior High School MaryLand. Sekolah dengan begitu banyak murid. Namun yang dipercaya Irina adalah, senior high itu tak akan pernah ada musical selain di film.
    Ia segeramenuju lokernya, diujung lorong sekolah. Begitu cuek terhadap
   

No comments:

Post a Comment