POST ini telah saya post di dalam blog khoirin49.blog.uns.ac.id
Hari ini, saya mencoba mencurahkan apa yang pernah saya diskusikan dengan teman saya, semalam suntuk tentang pendidikan…
dedikasi untuk Then, kakak, teman dan guru saya untuk belajar lagu A Ra Pi Ya…

Beruntungnya Indonesia, mendukung setiap anak – anak muda untuk berusaha menggapai cita – citanya, berusaha melaksanakan amanat nasional untuk ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’.
Sebelumnya, saya sendiri tidak terlalu yakin ketika saya bilang Indonesia masih kurang dalam pendidikan…
Dan mirisnya, hal lebih itu justru terjadi di Kamboja…
Mungkin, Kamboja hanya terlintas sebagai negara asing, terkenal dengan Angkor Wat (saya tidak ke sana sama sekali karena biaya yang saya keluarkan), atau tempat yang penuh dengan turis (saya akui river side bahkan lebih ramai daripada Jogja)
Namun, mata saya dibukakan oleh sebuah NGO, merasakan tinggal 20 km dari ibukota. Melihat mirisnya akses pendidikan dan kemiskinan yang melanda.

Pendidikan yang teman saya ceritakan dan saya lihat langsung hampir sama di setiap blog yang menceritakan tentang betapa potret miris pendidikan di sana.
Saya tidak bisa mengeluh, dengan suara doa di pagoda setiap hari, miris melihat anak – anak yang datang bersemangat dengan baju kumuh dan kusut bersemangat datang ke kelas. Tidak mengerti bahasa Inggris namun tetap datang. Menulis setiap abjad yang diberikan dari sebuah buku yang tidak terpakai.
Hati saya terketuk, ketika saya sadar bahwa saya lebih beruntung. Anak – anak itu masih harus mengejar nafkah setelah selesai dari sekolah. Tapi mereka tetap tersenyum. Walau mereka tidak bisa datang setiap hari, mereka tak pantang menyerah mengenyam pendidikan.
Bagi Sovanred, seorang teman biksu saya, “Pendidikan adalah hal penting yang akan mengubah dunia. Kami belajar bahasa inggris bersama teacher (sebutan volunteer yang mengajar di sana) dan mengenal dunia dengan lebih baik dengan perspektif orang – orang yang datang ke NGO”
Bahkan sebuah kampung yang hanya 20 km jauhnya dari Phnom Penh, mereka kesulitan mengakses pendidikan, kesehatan dan fasilitas yang mendukung. Dan fasilitas yang di dapat dari sebuah sekolah, bahkan tak pelak sama seperti fasilitas Indonesia yang dipelosok.
Bukan untuk menggurui atau bahkan menjelakkan. Bagi saya Kamboja adalah hal baru, perspektif baru yang mengajarkan saya tentang kelamnya negara tersebut.
Saya masih tergidik ketika saya tahu bahwa Kamboja kekurangan guru akibat konflik Khmer merah hingga tahun 90-an. Mereka masih bergantung pada produk impor hingga sekarang dan hal sedihnya adalah mereka masih menggunakan dollar, ketimbang Riel yang menjadi kebanggan negara tersebut dalam bertransaksi sehari – hari.
Artikel ini hanya sebagai cerminan kita, memandang sebuah pendidikan. Bahwa roh pendidikan berasal dari semangat, bukan fasilitas.
Berpandang dari artikel ini, saya bangga menjadi bangsa Indonesia. Memberikan saya wadah untuk berkembang, walau masih akan terus dikembangkan di masa kelak.
Terima kasih

rindu dari gurumu,
No comments:
Post a Comment